PERCAYA

Renungan Tetes Embun, Selasa 20 Desember 2022

Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Lukas 1: 28)

Pada 108 tahun lalu, tepatnya ditanggal 25 Desember 1914 di front Ypres, Belgia, suatu keajaiban terjadi di tengah perang dunia I. Genjatan senjata terjadi tepat tengah malam pada perayaan Natal. Mayoritas pasukan yang terlibat dalam Perang Dunia I tiba tiba berhenti menembakkan senjata mereka. Para tentara kemudian menyanyikan lagu-lagu Natal sambil makan bersama.

Pada titik di sepanjang front timur dan barat, prajurit Rusia, Perancis, dan Inggris bahkan mendengar pasukan Jerman dalam nyanyian suka cita mereka. Pada saat fajar menyingsing, banyak tentara Jerman muncul dari parit mereka dan mendekati Sekutu pada tanah yang netral.

Pasukan Jerman berteriak “Selamat Natal” menggunakan bahasa lawannya. Awalnya muncul kekhawatiran ketika pasukan Jerman mendatangi garis perbatasan. Pasukan Sekutu pun mulai mempersiapkan persenjataan mereka. Namun, karena pasukan Jerman datang tak membawa senjata, sehingga kedua pihak saling percaya sehingga kedua belah pihak kemudian berani mendekat dan mulai mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Akhirnya momen ini disambut tentara Sekutu dengan baik dan saling menukar senyuman. Pada pria bertukar hadiah, rokok dan saling menyanyikan lagu Natal bersama-sama walau hanya sekejap namun kedua belah pihak saling percaya untuk menjaga perdamaian. Walau hanya sesaat, namun mereka percaya bahwa natal bukan sekedar perayaan simbolis namun menghadirkan damai.

Kepercayaan yang terbangun mampu meruntuhkan kebencian dan perbedaan mereka, dan dengan percaya mereka dapat menikmati sebuah perdamaian.Andaikan tidak saling percaya pastilah keajaiban natal yakni damai di tengah perang tidak terjadi.

Gambaran mengenai Kepercayaan ini pula tergambar pula dalam kisah Injil Lukas yang mengetengahkan mengenai kisah kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, di mana Allah berinkarnasi menjadi manusia, mengambil wujud seorang hamba dan dengan seorang wanita untuk dilahirkan ke dunia.

Bunda Maria menerima dengan penuh kepercayaan terhadap berita dari malaikat Tuhan Gabriel. Kepercayaan akan berita yang dibawa oleh malaikat itu, menghapus ketakutan bunda Maria sebab sejak dahulu orang yang hamil tanpa status pernikahan itu dianggap aib.

Karena itu, siapa pun perempuan yang mengalaminya akan menutupinya sedapat mungkin. Bila ketahuan pasti mendapatkan sanksi sosial, dikucilkan, dan harus menanggung malu. Dalam budaya Yahudi tempat Maria hidup, hukumannya dirajam batu karena dianggap hamil di luar pernikahan sebagai bagian dari berzina.

Karena itulah, ketika malaikat Gabriel datang kepadanya memberitahukan bahwa ia akan mengandung, Maria berkata: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?” secara kemanusiaan Bunda Maria pasti membayangkan betapa dahsyat hukuman yang akan diperolehnya.

Ia pasti bergolak secara mental. Apa kata orang dan pembelaan apa yang akan disampaikannya? Tetapi ia memilih percaya total akan kehendak Allah, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Ia tidak menolak, tetapi menerima dengan percaya sepenuhnya berserah kepada Allah. Maria tahu bahwa Allah, berkuasa menolong dan melindunginya sehingga dengan percaya dengan kerendahan hatinya, Bunda Maria mengajarkan untuk berani terbuka terhadap kehendak Allah, dan beriman kepada Allah dengan total.

Kadang kala kemanusiaan kita berontak terhadap kehendak Allah, terkadang menyalahkan Allah di setiap peristiwa sedih kita, “kok Tuhan jahat sih!” Mencaci Allah ketika kehendak kita tidak sesuai dengan kehendak Allah. “Duh ,Tuhan tidak sayang saya,nih karena doa-doa saya tidak dikabulkan”, bahkan tak jarang kita menolak kehendak Allah bahkan berusaha menyetir kehendak Tuhan. “Jika Engkau Tidak Menangkan Kami, Kami Khawatir Ya Allah, Tak Ada Lagi yang menyembahMu.”

Ungkapan ungkapan tersebut merupakan contoh yang banyak terjadi di dalam masyarakat kita. Tantangannya yakni setiap hari kita dihadapkan pada ujian yang menuntut keteguhan iman. Kehormatan dan kehidupan dipertaruhkan.

Tak sedikit orang yang, ketika mengalaminya, imannya gugur dan meragukan Tuhan. Mereka takut direndahkan, takut kehilangan pekerjaan, takut dihukum, dan lain-lain. Karena itu, sebagai seorang Katolik belajarlah dari kesetiaan dan kepercayaan Maria secara total bahwa Allah tidak akan memberikan yang terburuk namun yang terbaik diantara yang paling baik.

Ya Yesus andalanku, aku bersyukur kepadaMu karena menghadirkan Bunda Maria sebagai teladan iman. Mampukan hatiku untuk berani berkata terjadilah menurut kehendak-Mu, ajarlah aku percaya agar hanya kehendak-Mu yang terjadi dalam setiap jengkal jalan hidupku sebab Engkaulah raja yang mulia dan kekal untuk selama lamanya demi Yesus Kristus Tuhan kami. Amin

Penulis: Rangga Nalendra. Pengisi: Rediningrum Setyarini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *