Renungan Tetes Embun: Kamis, 4 Januari 2024
“Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya. Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah!” Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus.” Yohanes 1: 35-42
Sobat Katolikana, dalam banyak kesempatan, saya kerap menerima pertanyaan nan serupa tapi tak sama yang bunyinya kurang lebih demikian, “Wow, Anda sabar sekali. Bolehkah saya belajar kesabaran dari Anda?”
Jujur,… ketika mendengar ungkapan tersebut, saya terkadang hanya tersenyum di dalam hati saja. Sebenarnya saya mau berbagi cerita tentang liku-liku yang harus saya tempuh untuk mencapai level kesabaran, yang menurut penilaian mereka, … ‘di atas rata-rata’ itu.
Jika dilukiskan dalam untaian kalimat puitis, “Saya ini ibarat anak kecil yang masih belajar menata hati.” Tentu yang namanya anak kecil, masih banyak memiliki keterbatasan di sana-sini. Seorang anak kecil masih harus banyak-banyak belajar dari orang-orang dewasa di sekelilingnya.
Sobat Katolikana, dalam Injil Lukas, Tuhan Yesus bersabda demikian, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Luk.18:17)
Sabda di atas sudah barang tentu pernah kita dengarkan, bukan? Yang dimaksud ‘menjadi seperti seorang anak kecil’ di sini bukan berarti menjadi kekanak-kanakan atau bersikap manja seperti layaknya anak-anak. Namun ‘menjadi seperti seorang anak kecil’ berarti menghadirkan diri kita dengan apa adanya, dengan polos dan tanpa kepura-puraan di dalamnya.
Sobat Katolikana, bacaan Injil hari ini berbicara tentang pemuridan. Pemuridan adalah proses yang ditempuh seseorang untuk menjadi murid. Artinya, ada sosok guru yang menjadi pusatnya. Dan dalam kisah Injil hari ini, diceritakan tentang Yohanes Pembaptis yang berkata kepada dua orang muridnya saat bertemu dengan Yesus, “Lihatlah Anak domba Allah!”
Kedua murid Yohanes Pembaptis yang mendengar kalimat tersebut kemudian memberikan tanggapannya – dengan jalan pergi mengikut Yesus. Yohanes Pembaptis mengetahui bahwa Yesus adalah Sang Guru Sejati. Yesus adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Sehingga Yohanes Pembaptis tidak menghalang-halangi kedua muridnya yang kemudian pergi mengikuti Yesus.
Bagaimana dengan Anda dan saya, yang selama ini begitu bangga menjadi murid-murid Yesus? Apakah kita selalu bersikap seperti Yohanes Pembaptis dalam keseharian kita? Ataukah dalam beberapa kesempatan kita justru ‘menjadi penghalang’ atau ‘batu sandungan’ bagi sesama yang mau dekat dengan Yesus?
Mari kita refleksikan kembali karya-karya yang selama ini kita lakukan setiap hari: “Apakah karya yang kita kerjakan sudah sejalan dengan misi Kerajaan Allah yang hendak mewujudkan damai sejahtera di atas muka bumi ini?”
Jika ternyata masih ada hal-hal yang kurang atau tidak sesuai, maka tidak ada kata terlambat untuk mengubah haluannya, agar sehaluan dengan karya pewartaan kasih Allah. Sebab Allah adalah Kasih (==Deus caritas Est==).
Marilah Berdoa .
Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.
Tuhan, kami mengucap syukur yang tak henti-hentinya atas kasih-Mu yang senantiasa tercurah dalam kehidupan kami. Rahmati kami ya Tuhan, agar kami dapat menjadi seperti seorang anak kecil, menjadi murid-murid-Mu yang setia dan mencintai Engkau dengan sepenuh hati kami. Kuatkan kami yang Tuhan, untuk mengatasi segala godaan yang muncul dalam keseharian kami. Izinkan kami agar setiap karya yang kami kerjakan senantiasa sehaluan dengan karya kasih-Mu. Semua ini kami mohon dengan perantaraan Putra-Mu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus. Yang bertakhta bersama Dikau dan Roh Kudus. Allah sepanjang segala masa. Amin.
Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.
Penulis: Dionisius Agus Puguh Santosa
Pengisi: Vincentia Rukmiati