Renungan Tetes Embun: Sabtu, 25 Februari 2023.
“Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk 5:27-32 )
Dalam bacaan injil, Yesus menunjukan kerendahan hatinya dengan makan bersama mereka yang dianggap berdosa oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Pada jaman Yesus, para guru dan pemimpin rohani merupakan orang yang dihormati dan menjadi teladan ketaatan bagi masyarakat Yahudi sehingga mereka menghindari untuk dekat dengan orang yang dianggap berdosa.
Berdosa pada jaman itu yaitu mereka yang tidak mengikuti aturan pemerintah, tidak melakukan ajaran agama, melakukan korupsi dan bekerjasama para Romawi yang pada saat itu dianggap musuh. Mengapa Yesus memanggil orang berdosa bukan orang benar? Seringkali orang benar memiliki kesombongan atas pengetahuan yang dimilikinya, mereka sulit mendapat masukan dari orang lain, mereka hanya mementingkan diri mereka.
Alasan Yesus memilih makan bersama orang berdosa karena merekalah yang perlu mengetahui bahwa pertobatan dan pengampunan tersedia bagi mereka. Kasih Yesus yang begitu besar mampu menembus hati yang keras, hati yang memiliki rasa egois yang tinggi sehingga banyak dari mereka yang mengikuti ajaran Yesus dan bertobat.
Dalam peristiwa hidup yang kita jalani, seringkali orang yang memiliki posisi tinggi, perekonomian tinggi lebih kita hormati dari pada mereka yang kecil, pendosa karna mereka pernah mencuri, berzinah. Melalui ajaran Yesus kita diajak untuk merenungkan kembali, melihat kedalam diri kita bahwa pada dasarnya manusia pasti pernah melakukan kesalahan, kita tidak berhak menghakimi sesama kita yang melakukan kesalahan.
Yesus sendiri tidak membiarkan status sosial maupun perbedaan budaya mendikte hubungan-Nya dengan manusia. Ia seperti Gembala yang sedang mencari domba yang hilang dimanapun mereka tersesat.
Setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda, tidak semua orang mengetahui dan menyadari perbuatan salah yang mereka lakukan, banyak dari mereka yang terjerumus kedalam dosa karena hawa nafsu karena mereka menutup hati nurani mereka.
Tentu tidak salah bila kita merasa diri kita sebagai orang yang baik dan benar, namun apakah kita sudah mewartakan kebaikan dan kebenaran itu sendiri kepada sesama? Orang yang baik dan benar memiliki tanggung jawab yang lebih besar, tanggung jawab untuk membantu mereka yang masih tersesat, berani menegur sesama kita yang melakukan kesalahan hingga mengampuni mereka yang bersalah kepada kita.
Ya Bapa ajarilah kami untuk berbagi kasih, peduli kepada sesama tanpa membeda-bedakan agama, golongan dan ras. Ajarilah kami untuk berani menjalin relasi dengan orang-orang yang tersingkir dan dianggap berdosa oleh masyarakat sekitar.Amin
Penulis Renungan: Nathasya Thalia
Pengisi Renungan: Ignacia Lola’