Renungan Tetes Embun: Jumat, 3 Maret 2023.
“Tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” (Mat 5:24)
Suatu ketika pada saat kami berdinas di daerah pedalaman Sumatra Utara, ada hal unik yang kami saksikan bagaimana sekawanan monyet liar menyerang kebun kami. Disaat itulah ada warga menolong kami untuk menangkap hidup hidup kawanan monyet tersebut.Caranya sederhana saja, si warga tersebut hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit.
Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma untuk mengundang monyet-monyet itu datang. Setelah diisi kacang, toples-toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup. Mereka tinggal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol, tak bisa dikeluarkan karena sang monyet memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalam.
Tapi karena menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak karena Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Rasa benci dan dendam itu timbul tatkala kita menggenggam erat kesalahan orang lain, serta menahan pengampunan sehingga yang terjadi adalah kita memupuk kebencian yang akan berubah menjadi dendam sehingga merusak relasi kita dengan orang lain.
Memelihara kebencian, dendam dan permusuhan dengan orang lain itu sungguh sangat merugikan. Paling tidak, kita tidak akan bisa hidup dengan damai. Hati dan pikiran kita pernah bisa tenang karena setiap saat akan selalu terlintas godaan bagaimana bisa melampiaskan kebencian dan membalas dendam.
Andaikan sang monyet tadi melepaskan kacangnya maka sang monyet akan selamat, andai kita berani melepas pengampunan maka berkat menyertai hidup kita Sang Penginjil dalam perikop bacaan hari ini hendak menekankan kualitas sikap batin daripada tata cara ibadat lahiriah. Tuhan Yesus dengan tegas meminta kita yang percaya padaNya untuk melepas pengampuan dan berdamai, sikap batin seperti inilah yang diminta Yesus ketika kita melaksanakan kewajiban ibadah kita.
Sehingga beriman juga memiliki dampak sosial, yakni memanusiakan sesama maka dari itu, kita diminta membawa damai. Jika kita percaya hidup kita diberkati, sudah semestinya kata dan tindakan kita selalu membawa damai. Damai itu diwujudkan dengan cara keberanian untuk saling mengampuni. Masalahnya adalah banyak orang mengira bahwa ibadat itu dapat dilaksanakan hanya secara formal lahiriah saja.
Kemudian akan diberkati oleh Tuhan. Namun melupakan sikap batin sebab Tuhan menegaskan bahwa permusuhan, kebencian dan perseteruan dengan sesama yang kita ciptakan dan sengaja kita pelihara sangat mengganggu relasi kita dengan Tuhan. Kita tidak akan bisa berdoa dengan baik, tenang dan damai. Oleh karena itu, Tuhan menekankan pentingnya kita berdamai dengan sesama kita.
Di masa prapaskah ini Kiranya hal ini bisa kita jadikan sebagai salah satu pertobatan konkret untuk mau melepas pengampunan dan berdamai dengan semua orang mau memohon maaf dan juga mau memberi maaf.
Bapa Yang maha baik, Engkau kupuji dan kuangkat syukurku atas hari ini. Saya mohon ajarlah aku untuk mengampuni dan membawa damai dalam masa prapaskah ini sebab hanya Engakulah Tuhan penyelamatku Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin
Penulis Renungan: A. Rangga A. Nalendra
Pengisi Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru