PENGAMPUNAN

Renungan Tetes Embun: Senin, 6 Maret 2023.

“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.” (Luk 6:37)

Pada tanggal 13 Mei 1981 sebuah peristiwa menggemparkan dunia terjadi. Paus Yohanes Paulus II ditembak di Lapangan Santo Petrus Roma. Penyerangnya adalah seorang pria berusia 23 tahun. Dia adalah seorang pembunuh berkebangsaan Turki yang melarikan diri. Pria itu bernama Mehmet Ali Agca.

Pasca peristiwa penembakan, Bapa Suci dilarikan dengan ambulans ke Rumah Sakit Gemelli Roma. Di sinilah Bapa Suci menjalani operasi selama lebih dari lima jam lamanya. Meski Bapa Suci sempat mengalami kondisi kritis, namun mukjizat menyelamatkan beliau.

Pasca kejadian tersebut, Agca ditangkap dan divonis penjara seumur hidup atas dakwaan melakukan upaya pembunuhan terhadap Bapa Suci. Sebuah peristiwa yang kemudian menarik begitu banyak simpati publik terjadi manakala Bapa Suci mengunjungi pria itu di Penjara Rebibbia, Roma dan memberikan pengampunan baginya.

Bahkan Bapa Suci saat itu mengatakan bahwa pria yang telah menembaknya – yang bernama Mehmet Ali Agca – adalah saudaranya.

Akhirnya, setelah hampir 30 tahun mendekam dalam penjara karena berusaha membunuh Bapa Suci, Mehmet Ali Agca dibebaskan pada 18 Januari 2010. Mehmet Ali Agca pun bertobat dan menyatakan diri menganut Katolik Roma. Pengampunan yang pernah diberikan Bapa Suci – sekitar 30 tahun sebelumnya, telah membawa keselamatan bagi Mehmet Ali Agca.

Perikop bacaan Injil pada hari ini menggambarkan keutamaan-keutamaan kekristenan. Dari bacaan tersebut kita bisa memahami sifat Allah adalah maha kasih, sehingga kita diminta untuk menjadi serupa denganNya “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati”.

Selain itu kita pun diminta untuk berani mengampuni. Dengan tidak memberi penghukuman adalah implementasi atau penerapan dari hukum cinta kasih – yang menjadi pondasi dasar ajaran Kristen.

Larangan menghakimi dan menghukum yang ditampilkan dalam bacaan Injil hari ini hendak mengajarkan bahwa Yesus menyadarkan para murid-Nya akan salah satu kecenderungan dasar manusia – yang bisa menyebabkan kegagalan bagi dirinya dalam membangun hidup yang bermutu.

Manusia cenderung memandang orang lain di luar dirinya, dan pandangan itu biasanya tidak pernah bersikap netral, karena pasti akan menilai sesamanya dengan sudut pandang tertentu. Dalam menilai, kita cenderung memperbanyak kelemahan atau keterbatasan seseorang, dan jarang mengembangkan aspek positif dan keunggulan yang dimiliki orang tersebut.

Penilaian itu acapkali disertai dengan suatu penghakiman yang kejam, yakni membebankan hal-hal negatif kepada yang dinilai, sehingga hal itu menjadi semacam stigma bagi orang bersangkutan. Maka dapat disimpulkan bahwa konteks penghakiman dan pemberian hukuman cenderung mengikuti pola interaksi sosial yang terjadi antar sesama manusia.

Di masa prapasakah yang menjadi sebuah retret agung ini, kita diminta untuk tidak memberikan penghakiman. Kita semua diajak untuk memberikan belas kasih dan berani meminta maaf atau melepaskan maaf.

Mari di sepanjang masa prapaskah ini, kita ini dengan sikap pantang dan puasa dalam sikap batin yang sempurna, dengan jalan: berani memberi pengampunan, sehingga kita layak diberi rahmat pertobatan.

Bapa Yang Maha Baik, Engkau kami puji dan kami bersyukur atas hari ini. Kami mohon, berilah hati yang jujur untuk mengakui kekurangan diri kami masing-masing, mampukan kami berbuat sederhana untuk bersikap murah hati, tidak menghakimi dan menghukum orang lain, namun mampukan kami untuk menjadi duta damai di sepanjang masa prapaskah ini. Sebab hanya Engkaulah Tuhan penyelamat kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Penulis Renungan: A. Rangga A. Nalendra

Pengisi Renungan: Dionisius Agus Puguh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *