Renungan Tetes Embun: Jumat, 7 April 2023.
“Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN.” (Mzm. 31:25)
Hari ini kita mengenang wafat Yesus Kristus. Sebagai anak manusia, Ia telah menunjukkan ketaatan-Nya, dengan mencari apa sesungguhnya kehendak Bapa, dan menjalani tugas memikul salib-Nya. Tidak mudah memang, bahkan Ia telah berkeringat darah. Sebagai pengikut, sanggupkah kita meneladani-Nya?
Seorang sahabat pernah bercerita pada saya, bahwa dalam mimpi-bunga tidurnya, dia mendaki gunung bersama saya. Memang bagi seorang yang suka naik gunung, bila dia sudah mulai mendaki, melalui jalan terjal, pantang baginya menoleh ke belakang dan berbalik arah. Semua bekal sudah disiapkan, mulai dari latihan fisik, lalu memasukkan kompas, senter, bahan makanan, minuman, selimut, obat, jas hujan dan tenda ke dalam ransel.
Sia-sialah yang sudah dipersiapkannya, jika ia patah semangat, pulang sebelum perang. Meskipun lelah, tujuannya sudah pasti, mencapai puncak dan melihat keindahan alam dari puncak gunung. Semua sudah dipersiapkan. Apa yang harus memaksa dia mundur? Ketika Ayub mengalami kemalangan yang bertubi-tubi, orang di sekitarnya menduga-duga bahwa dia sudah berbuat dosa yang berat. Apakah itu yang jadi dasar iman kita? Apakah kita mau protes karena ketaatan dibalas dengan penderitaan? Bagaimana dengan teladan Yesus yang sudah disalib?
Bicara tentang salib, saya ingat cerita seorang kawan yang baru saja menikah. Suatu hari ia mengadu pada sang ayah tentang sifat buruk suaminya. Bukannya membela, sang ayah berkata, “Itu kan pilihanmu sendiri. Ya, kamu terima satu paket itu.” Seketika si anak terdiam dan sejak itu ia tak lagi mengeluh meskipun suaminya tidak berubah. Dengan teladan Tuhan Yesus Kristus, sikap tidak lagi mengeluh di sini bukan indikasi pasrah tidak melakukan apa-apa.
Yesus tahu bahwa tidak ada pilihan lain bagi-Nya selain memanggul salib sampai wafat. Sikap mau menerima salib bisa kita lihat dalam semangat nrimo in pandum dalam falsafah Jawa. Semangat itu tetap hidup dalam masyarakat di Yogya setelah bencana gempa. Menerima keadaan dengan semangat seperti Yesus bukanlah sikap yang pasif, melainkan tetap berusaha memperbaiki keadaan, bertahan dan tetap berharap pada Tuhan mencari petunjukNya untuk melanjutkan hidup.
Sobat Katolikana, apakah kita masih mau ikut Kristus? Susah-susah gampang atau gampang-gampang susah, ya? Jalan yang dilalui Kristus memang tidak mudah. Tapi kita sudah memilih untuk mengikuti-Nya. Mari dengan keteguhan hati, kita jalani, sekaligus satu paket: tugas, ajaran, dan salib sebagai seorang pengikut Tuhan Yesus.
Ya Bapa, kami bersyukur atas kelebihan juga kekurangan kami, karena dengan menyadari ketidaksempurnaan, kami sebagai murid Kristus, terpacu untuk terus belajar, dibentuk dengan benturan-benturan dalam hidup sehingga kami memahami kebenaran yang akan Kau tunjukkan. Dampingilah kami selalu sebagai murid-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Penulis Renungan: Rediningrum Setyarini
Pengisi Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru