PERSEMBAHAN TERBAIK UNTUK TUHAN

Renungan Tetes Embun: Senin, 3 April 2023.

“Maka kata Yesus: Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” (Yoh. 12:1-11)

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang mengunjungi Lazarus, Marta, dan Maria tepat enam hari sebelum Hari Raya Paskah Yahudi tiba. Rumah tiga bersaudara ini terletak di Betania. Dan dari bacaan sebelumnya kita mengetahui bahwa Lazarus adalah orang yang dibangkitkan oleh Yesus dari kematiannya.

Dari kisah Injil hari ini kita dipertemukan dengan Maria yang begitu ‘tulus dan penuh perhatian’ meminyaki kedua kaki Yesus dengan minyak narwastu yang harganya amat mahal pada masa itu. Maria tidak hanya meminyaki kaki Yesus dengan minyak mahal ini, namun juga menyekanya dengan rambutnya yang terurai panjang.

Di tempat yang sama, hadir pula Yudas Iskariot yang kemudian mempertanyakan apa yang dilakukan Maria terhadap Yesus saat itu. Dengan sikap sok perhatian terhadap kaum miskin, Yudas menyampaikan pandangannya bahwa akan lebih baik jika Maria menjual minyak narwastu itu dan memberikan uangnya untuk kaum miskin.

Jika misalnya Anda ikut hadir di rumah Lazarus pada masa itu, apakah Anda akan membela Maria atau mendukung sikap Yudas Iskariot yang sok pahlawan itu? Secara diplomatis, tentu akan banyak orang yang berkata bahwa saya akan mengikuti jejak Maria seperti dikisahkan dalam cuplikan Injil di atas. Tapi apakah memang sungguh demikian adanya?

Di zaman sekarang ini, di antara kita barangkali ada yang sering atau mungkin pernah mempunyai pengalaman tidak mengenakkan saat berurusan dengan orang yang “super julid”. Saya yakin banyak di antara kita yang telah memahami makna atau istilah julid yang sedang nge-tren saat ini.

Dan ternyata di zaman Yesus, orang-orang ‘model begini’ sudah ada dan diwakili oleh karakter Yudas dalam kisah Injil hari ini. Apa sih sebenarnya keuntungan yang akan kita peroleh dengan bersikap julid dalam kehidupan sehari-hari?

Sebagian orang berpendapat bahwa mereka-mereka yang sering bersikap julid pada sesamanya ini sejatinya adalah orang-orang yang tidak bahagia dengan kehidupan pribadinya! Wow, apakah realitanya memang demikian?!

Mari kita bercermin baik-baik pada kisah Injil hari ini. Apa yang dilakukan Maria terhadap Yesus adalah bentuk sikap ketulusan dan kerendahan hati yang sejati. Sedangkan mengenai sikap yang ditunjukkan oleh Yudas Iskariot, tentu Anda sudah bisa menilainya, bukan?! Sebuah pepatah lama berkata demikian, “Jangan menunda untuk berbuat baik. Lakukan perbuatan baikmu selagi masih ada kesempatan!”

Dan ungkapan di atas senada dengan tanggapan yang disampaikan Yesus melalui bacaan Injil hari ini, “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.”

Tuhan, sabda-Mu adalah kehidupan bagi kami anak-anak-Mu. Rahmati kehidupan kami setiap hari ya Tuhan, agar kami secara terus-menerus berbuat baik karena cinta kami yang tulus kepada-Mu.

Berkati kami yang Tuhan, agar melalui semuanya itu kami belajar untuk lebih mengasihi sesama kami dengan tulus iklas dan tanpa pamrih. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh

Pengisi Renungan: Ignacia Lola’ Tandirerung

BERCERMIN PADA KISAH SENGSARA-NYA

Renungan Tetes Embun: Minggu, 2 April 2023.

“Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan.” (Mat. 26:14-27:66)

Hari ini adalah Minggu Palma dengan bacaan Injil yang begitu panjang, terdiri dari 2 bab dan 98 ayat. Dan dalam setiap Perayaan Minggu Palma setiap tahunnya, kita akan selalu mendengar bacaan ini dibacakan di hadapan umat.

Dengan runut Rasul Matius mengisahkan bagaimana awal mulanya Yudas Iskariot menemui imam-imam kepala dan melakukan transaksi dan perjanjian untuk menyerahkan Yesus. Pada cerita selanjutnya dituturkan mengenai Kisah Perjamuan Terakhir antara Yesus dan kedua belas orang murid-Nya.

Kemudian Yesus dan semua murid ke Bukit Zaitun dan sesampainya di sana Yesus berdoa di Taman Gersemani. Ketika Yesus sedang berdoa, terjadilah tragedi yang kemudian menghantarkan Yesus untuk mengalami peristiwa sengsara hingga kematian-Nya di kayu salib.

Dalam kehidupan sehari-hari, barangkali kita pernah dipertemukan dengan orang-orang yang perilakunya seperti Yudas Iskariot. Orang-orang model begini biasanya dengan mudahnya memfitnah orang lain demi meraih ambisi pribadinya. Bahkan mereka tidak segan-segan menjatuhkan orang lain dengan cara-cara kotor – bahkan cenderung tidak manusiawi!

Dan mungkin saja di antara kita juga ada yang pernah berperilaku demikian di masa lalu. Misalnya saja untuk meraih jabatan atau posisi tertentu di kantor, atau demi mendapatkan kepercayaan dari atasan kita. Apakah benar, demikian?

Sssttt, jika benar adanya, Anda tidak perlu mengakuinya di depan saya. Namun saya mengajak Anda untuk menyesali segala salah dan dosa yang sudah Anda perbuat, seraya memohon ampun di hadapan Tuhan Allah.

Melalui bacaan Injil pada hari ini, kita semua diajak untuk bercermin sekaligus berefleksi melalui kisah sengsara yang dialami Yesus. Apakah selama ini saya berulang kali telah berusaha untuk menyalibkan-Nya melalui perbuatan-perbuatan dosa dan kejahatan yang saya lakukan terhadap sesama?

Saya yakin bahwa ada begitu banyak orang yang mengaku dosa setiap tahunnya. Akan tetapi, apakah pengakuan dosa itu dapat menjadi ‘sebuah jaminan’ bahwa dosa yang sama tidak akan pernah kita perbuat lagi di kemudian hari?!

Dalam Kitab Yesaya bab 1 ayat (18), Tuhan berfirman demikian, “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.”

Apakah sebagai umat beriman Katolik, kita telah memahami firman Tuhan di atas dengan baik?

Tuhan, puji syukur kami ucapkan sebab Engkau telah menjadikan kami murid-murid-Mu. Ajarilah kami ya Tuhan, agar kami menjadi murid-murid-Mu yang taat mengikuti sabda dan perintah-Mu.

Kuatkan kami yang Tuhan, agar dalam peziarahan hidup kami di muka bumi ini, kami senantiasa berpegang pada firman-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh

Pengisi Renungan: Ignacia Lola’ Tandirerung

ZONA NYAMAN DAN RASA BENCI

Renungan Tetes Embun: Sabtu, 1 April 2023.

“Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa. …ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (Yoh. 11:45-59)

Bacaan Injil hari ini berkisah bagaimana kesepakatan disusun oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi untuk bersekongkol membunuh Yesus. Mereka memanggil Mahkamah Agama untuk mengajak mendiskusikan rencana tersebut. Apa yang terbersit dalam benak Anda saat membaca kisah persekongkolan ini?

Barangkali di antara Anda ada yang merasa dongkol, mungkin juga kecewa, marah, dan tidak bisa menerima persekongkolan tersebut; sebab tujuan mereka adalah jelas dan pasti, yaitu untuk membunuh Yesus!

Apa yang diperbuat oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi sudah barang tentu didasari oleh “rasa benci” mereka terhadap Yesus. Dan penyebabnya adalah karena segala mukjizat yang diperbuat Yesus jelas-jelas mengancam eksistensi dan kedudukan mereka dalam tradisi Yahudi.

Sekarang mari kita coba tengok ke dalam diri kita masing-masing dengan mengajukan pertanyaan sederhana demikian, “Pernahkah saya membenci orang lain karena kelebihan atau keberhasilan yang dicapainya?”

Tentu, Anda telah mengantongi jawabannya masing-masing dalam benak Anda, bukan?! Dan pastinya jawaban tersebut tidak perlu diketahui oleh orang lain. Pertanyaan berikutnya yang dapat Anda renungkan adalah, “Mengapa saya membenci orang tersebut?”

Terlepas apakah orang tersebut adalah sahabat kita, rekan kerja kita, bawahan di kantor, bahkan mungkin saudara kandung atau pasangan hidup kita; “rasa benci” yang tertanam di hati kita dapat merusakkan segalanya!

Barangkali Anda pernah mengalami suasana dimana Anda tiba-tiba begitu dibenci oleh atasan Anda di kantor?! Sebagai staf atau karyawan biasa, tentu Anda akan mencari tahu penyebabnya, bukan?! Apalagi jika faktanya,… Anda merasa tidak pernah melakukan kesalahan. Dengan kata lain, selama bekerja Anda selalu berusaha berbuat yang terbaik untuk instansi tempat Anda bekerja.

Atau,.. jika sekarang kondisinya kita balik dan Anda berkedudukan sebagai atasan di kantor; apakah Anda pernah membenci salah seorang bawahan Anda karena prestasi yang diraihnya? Mengapa Anda membenci bawahan Anda sendiri?

Apakah karena dia berprestasi, sehingga Anda khawatir tersaingi olehnya? Atau jangan-jangan, Anda takut kehilangan jabatan Anda saat ini karena potensi terpendam yang dimiliki karyawan Anda itu?

Memasuki Pekan Suci 2023 ini, mari kita instrospeksi terhadap diri kita masing-masing. Apakah selama ini kita lebih sering bersembunyi di balik zona kenyamanan hidup dan kenikmatan dunia yang hakekatnya semu ini?

Dan apakah hingga detik ini kita masih kerap beranggapan bahwa ‘kehadiran orang lain’ sebagai sebuah ancaman serius bagi popularitas dan status hidup yang sudah kita nikmati? Jika jawabannya adalah ‘ya’, maka Anda tidak lebih suci dibanding orang-orang Farisi dan imam-imam kepala yang bersekongkol merencanakan pembunuhan terhadap Yesus!

Sikap orang-orang Farisi dan imam-imam kepala dalam kisah Injil hari ini bisa kita jadikan “cermin” untuk melihat dan mengintrospeksi diri kita sendiri dengan sebuah pertanyaan sederhana demikian, adakah kita lebih buta, tamak, dan iri hati melebihi orang-orang Farisi dan imam-imam kepala itu?

Tuhan, terima kasih atas rahmat yang senantiasa Engkau curahkan kepada kami setiap hari. Ajarilah kami ya Tuhan, agar kami selalu bersyukur atas semua itu. Bantu kami juga ya Tuhan, agar sebagai anak-anak-Mu, kami dapat ikut bersyukur dan bersukacita atas kemajuan dan prestasi yang diraih oleh sesama kami.

Mampukan kami ya Tuhan, agar kami dapat mengasihi sesama kami dengan tulus hati dan senantiasa mengusahakan relasi persahabatan dan persaudaraan yang tulus pula. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh
Pengisi Renungan: Ignacia Lola’ Tandirerung

MENJADI SAKSI – SAKSI-NYA YANG HIDUP

Renungan Tetes Embun: Rabu, 29 Maret 2023.

“Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” (Yoh. 8:31-42)

Melalui bacaan Injil, tentu kita semua pernah membaca atau mendengarkan kisah mengenai orang-orang yang begitu takjub dan terkesan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dan luar biasa. Karena ketakjubannya orang-orang itu sampai berucap demikian, “Yang begini ini belum pernah kita lihat.” (Mrk. 1:22; 2:12).

Rasa kagum dan takjub itu tidak berhenti sampai di situ saja. Melalui kebangkitan-Nya – yang kita peringati dalam peristiwa Paskah, mereka semakin dibuat takjub dengan pengalaman imannya. Para wanita lari meninggalkan kubur, sebab mereka mengalami perasaan gentar yang begitu dasyat; juga perjumpaan Rasul Paulus dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik.

Bermula dari rasa heran dan kagum tersebut; mereka selanjutnya menulis tentang Yesus, yang diimani sebagai Pribadi yang datang dari Allah Bapa.

Memang tidak semua orang kemudian menjadi percaya akan semua itu. Orang-orang Yahudi misalnya; mereka mendiskusikan Yesus sedemikian rupa, hingga di antara mereka ada yang berkata demikian, “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Dia tidak memelihara hari Sabat!” Meski begitu, orang yang pernah disembuhkan Yesus berani menjawab, “Jikalau orang ini tidak datang dari Allah, Dia tidak dapat berbuat apa-apa!” (bdk. Yoh. 9:16.33).

Dalam Perjanjian Baru, kita akan menemukan rumusan jawaban yang beraneka ragam terhadap pertanyaan yang berbunyi, “Apa pendapatmu tentang Kristus?” Akan tetapi dari semua jawaban tersebut, pokok jawabannya selalu jelas, “Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa. Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis. Sebab Allah menyertai Dia.” (bdk. Kis 10:38)

Kesatuan Yesus Kristus dengan Allah Bapa merupakan pokok dan inti iman Kristiani. Dengan kata lain, kita semua percaya bahwa Allah Bapa mewahyukan diri-Nya secara konkret dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus juga disebut Immanuel yang artinya, “Allah beserta kita.”

Ya Tuhan, terima kasih atas semua yang telah Engkau ajarkan melalui Injil Suci-Mu. Berikan kami kekuatan dan rahmat agar dapat menjadi saksi-saksi-Mu yang hidup. Semua kami mohon demi kemuliaan nama-Mu; kini, dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh

Pengisi Renungan: Maria Indah Stephanie

BEKERJA SETURUT KEHENDAK-NYA

Renungan Tetes Embun: Jumat, 31 Maret 2023.

“Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” (Yoh. 10:31-42)

Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa apa yang dilakukan-Nya adalah pekerjaan-pekerjaan Bapa-Nya. Sebab Bapa di dalam Dia, dan Dia di dalam Bapa. Dalam Injil Yohanes bab 10 ayat (30) Yesus berkata, “Aku dan Bapa adalah satu”.

Bacaan Injil hari ini juga hendak mengajak kita semua untuk merenungkan sekaligus berefleksi mengenai apa yang sudah kita jalani hingga hari ini. Apakah pekerjaan-pekerjaan dan tugas-tugas yang kita lakukan sudah sesuai dengan sabda Tuhan?

Melalui sabda-Nya dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus hendak mengingatkan kita semua; bahwa pekerjaan-pekerjaan yang Dia lakukan sesungguhnya adalah pekerjaan-pekerjaan Bapa-Nya. Dengan kata lain, Yesus berkarya untuk Bapa-Nya dan Dia tidak mementingkan diri-Nya sendiri.

Dengan meneladani sikap dan cara pandang Yesus terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya; kita pun hendaknya jangan terlampau bermegah diri atas hasil-hasil yang kita peroleh melalui pekerjaan-pekerjaan kita.

Mengapa demikian? Sebab sesungguhnya – melalui semuanya itu, Allah-lah yang bekerja dan berkarya dalam diri kita masing-masing. Jika kenyataannya demikian, adakah yang mau kita sombongkan lagi? Sebab tanpa penyertaan Tuhan di dalam pekerjaan-pekerjaan kita, kita tidak mungkin mencapai hasil yang terbaik.

Tentu Anda pernah mendengar ungkapan dalam bahasa Latin yang berbunyi, “Ora et labora”, bukan? Ungkapan ini bermakna berdoa dan bekerja. Artinya, selama kita bekerja, hendaknya kita tidak melupakan doa-doa kita di dalamnya. Berdoa untuk mohon agar pekerjaan kita diberi kelancaran dan kemudahan.

Dan yang terpenting dari semua itu adalah, berdoa agar pekerjaan kita dapat seturut dengan kehendak Tuhan.

Tuhan Yesus yang penuh belaskasih, terima kasih atas rahmat penebusan-Mu yang boleh kami alami. Sadarkan kami ya Tuhan, bahwa hidup kami ini sesungguhnya adalah milik-Mu semata. Ajari kami untuk selalu peka terhadap bisikan Roh-Mu dan biarlah pekerjaan-pekerjaan yang kami lakukan seturut dengan kehendak-Mu saja. Semua kami mohon demi kemuliaan nama-Mu; kini, dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh

Pengisi Renungan: Maria Indah Stephanie

BERSANDAR PENUH PADA FIRMAN-NYA

Renungan Tetes Embun: Kamis, 30 Maret 2023.

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan.” (Yoh. 8:51-59)

Kita semua tentu pernah mendengar nama Santo Hieronimus, bukan?! Santo ini merupakan seorang imam, cendekiawan, sekaligus dikenal sebagai pujangga Gereja. Santo Hieronimus mempunyai nama lengkap Eusebius Hieronimus Sophronius dan dilahirkan pada tahun 342 di Stridon.

Santo Hieronimus dikenal melalui karyanya dengan melakukan penerjemahan Perjanjian Lama dari Bahasa Ibrani ke dalam Bahasa Latin. Santo Hieronimus juga melakukan revisi terhadap Perjanjian Baru yang berbahasa Latin.

Proses penerjemahan tersebut memakan waktu kurang lebih 15 tahun lamanya dan diakui Gereja sebagai Kitab Suci Vulgata yang berbahasa Latin. Kitab Suci ini kemudian digunakan lebih dari seribu tahun lamanya di Gereja Barat (Gereja Latin).

Salah satu ungkapan Santo Hieronimus yang begitu terkenal adalah: “Ignoratio Scripturarum Ignoratio Christi Est” (bermakna: “Orang yang tidak mengenal Kitab Suci tidak mengenal Kristus”).

Sebagai umat Katolik, tentu menjadi kerinduan bagi kita semua untuk mengalami pertumbuhan iman kita dari waktu ke waktu. Dan pertumbuhan iman tersebut dapat kita alami dengan mendasarkan hidup kita kepada firman Tuhan yang kita baca setiap hari melalui Kitab Suci.

Tentu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengimani sekaligus mengamini firman Tuhan. Sebab hanya dengan cara ini kita dapat mengalami kedekatan dengan Tuhan. Dengan cara memahami, meyakini, sekaligus menjalankan firman-Nya, kita beroleh jaminan yang menjauhkan kita dari maut.

Mari kita teladani Santo Hieronimus yang melalui karyanya hendak menunjukkan betapa berharganya Kitab Suci itu. Melalui terjemahan Kitab Suci yang dikerjakannya, setiap umat Kristen diharapkan dapat mengenal Kristus secara lebih mendalam. Sehingga sangatlah tepat ungkapan yang pernah dikatakannya, “Orang yang tidak mengenal Kitab Suci tidak mengenal Kristus”.

Ya Tuhan, Allah kami, bentuklah diri kami masing-masing, agar selalu bersandar pada-Mu melalui firman yang Engkau sabdakan. Ajari kami ya Tuhan untuk mendengarkan firman-Mu dan rahmati kami agar mampu melaksanakan firman-Mu dengan tindakan nyata dalam hidup sehari-hari. Semua kami mohon demi kemuliaan nama-Mu; kini, dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh

Pengisi Renungan: Maria Indah Stephanie

DILUAR LOGIKA

Renungan Tetes Embun: Sabtu, 25 Maret 2023.

“Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk. 1:34)

Sebagai makhluk yang dibekali dengan kemampuan berpikir, kecerdasan logika adalah salah satu kemampuan yang diunggulkan. Bahkan saat ini, para ahli mulai mengembangkan kecerdasan buatan yang dinamakan Artificial Intelligence atau AI.

Kecerdasan buatan ini menempati posisi penting untuk mempermudah kehidupan manusia. Tidak hanya berfungsi untuk melakukan tugas rutin, AI telah mampu memberikan respon sesuai stimulus yang diterima, bahkan mampu mengembangkan sendiri kemampuan bawaannya.

Kehadiran AI berdampak pada pekerjaan manusia yang menjadi lebih mudah dan cepat serta meminimalisir human error. Selain itu AI tidak mengenal lelah atau sakit, mereka juga tidak akan protes soal gaji. Suatu AI tidak akan terganggu walau sesama sistem mengalami kerusakan. Ia bahkan terus beroperasi sesuai misinya, walau mungkin bertentangan dengan kemanusiaan.

Faktor emosional adalah pembeda antara Artificial Intelligence dengan manusia. Kalau saat ini kita memandang para ahli pencipta AI sangatlah hebat, coba pikirkan kembali mengenai Tuhan yang menciptakan para ahli dengan kemampuan itu. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya dengan kemampuan logika.

Tuhan juga membekali kita dengan perasaan, yang membuat kita menjadi makhluk yang berakal budi.
Ada banyak hal diluar logika yang Tuhan perbuat, namun mampu dipahami manusia melalui perasaan. Seperti bagaimana Tuhan menanamkan benih kehidupan dalam rahim seorang wanita tanpa persetubuhan.

Sebagaimana Maria, kita pun secara logika tidak bisa menemukan jawabannya. Namun jika menimbang dengan akal budi, lebih dari sekedar caranya yang masih menjadi misteri, kita bisa memahami bahwa karena begitu besar kasih Bapa kepada manusia, sehingga ia mengutus puteraNya yang tunggal. Meskipun Dia tahu, Putera tunggalNya akan mengalami banyak penderitaan.

Ya Bapa, sebagai ciptaan yang penuh dengan keterbatasan, kami terus berusaha untuk memahami Engkau sebagai pencipta kami. Ajari kami untuk tidak hanya mengandalkan logika, namun menggunakan akal budi secara utuh dan bijaksana. Amin.

Penulis Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari

Pengisi Renungan: Aloysius Rangga Aditya Nalendra

MESTAKUNG

Renungan Tetes Embun: Jumat, 24 Maret 2023.

“Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba” (Yoh. 7:30)

Pernah dengar istilah “mestakung”? Mestakung adalah akronim dari frasa “semesta mendukung”. Biasanya istilah ini digunakan saat kita berhasil mencapai tujuan melalui cara-cara yang tidak pernah kita prediksi sebelumnya.

Sehingga seakan-akan alam dan seisinya mendukung dan mempermudah kita untuk mewujudkan keinginan itu. Namun ada pula sebaliknya, ada saatnya ketika kita sudah menyusun rencana dengan matang, tapi ternyata tidak dapat terlaksana akibat hal-hal diluar kendali kita.

Perlu kita sadari bahwa meskipun Tuhan memberikan banyak kemampuan, manusia juga punya keterbatasan. Jadi, jika hanya mengandalkan diri sendiri, kegagalan mungkin akan menjadi sahabat kita. Sama seperti orang-orang Yahudi yang ingin menangkap Yesus saat ia berada di Galilea.

Meskipun mereka memiliki niatan untuk membunuh Yesus dan mungkin telah merancang cara-caranya, namun karena Allah sang pemilik waktu belum mengijinkan, maka dihari itu, tidak seorangpun yang bisa menyentuh Dia. Jadi benarlah kata orang bijak, manusia boleh berencana, namun Tuhanlah yang menentukan.

Karena itu, mari kita selalu mengandalkan Tuhan; disaat butuh pertolongan, disaat punya keinginan, di setiap saat kita akan melangkah. Ingatlah.. entah cepat atau lambat, hanyalah waktu Tuhan yang paling tepat.

Ya Bapa, ampuni kami yang sombong ini. Ajari kami untuk selalu mengandalkan Engkau dalam segala sesuatu. Amin.

Penulis Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari

Pengisi Renungan: Aloysius Rangga Aditya Nalendra

SELF DIAGNOSE

Renungan Tetes Embun: Kamis, 23 Maret 2023.

“Kamu menyelidiki Kitab-kitab suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (Yoh. 5: 39-40)

Belakangan ini marak fenomena Self Diagnose atau Diagnosa Pribadi. Banyak orang meng-klaim kondisi kesehatannya sendiri berdasar dari video atau artikel singkat yang di-upload oleh dokter-dokter ternama.

Sayangnya mereka tidak melanjutkan temuan itu dengan berkonsultasi kepada dokter, dan memilih untuk hidup dalam kesimpulan yang diambilnya sendiri. Akibatnya, bukannya beruntung bisa lebih sehat, kebanyakan malah buntung karena kesalahan penanganan.

Demikian juga dengan Kitab Suci. Kita bisa saja membaca ayat-ayat yang berseliweran di media sosial tentang kehidupan kekal dalam pribadi Yesus, namun kalau kita tidak berpaling dan berkonsultasi kepada Yesus atau kepada mereka yang diterangi roh kudus, hal itu tidak ada artinya.

Bisa-bisa justru pemahaman yang kita dapatkan bertentangan dengan makna yang sesungguhnya. Kalimat dalam kitab suci, tidak hanya dilihat secara eksplisit atau apa yang tertulis, namun perlu dipahami secara implisit apa makna yang tersirat dan kondisi seperti apa yang dihadapi ketika sabda Tuhan disampaikan.

Maka mari kita aktif bertanya kepada Yesus, Anak Allah. Dialah yang paling tahu apa kehendak BapaNya. Supaya kita mendapat pemahaman Ilahi yang asalnya dari Bapa sendiri.

Ya Bapa, berilah kami hati yang selalu rindu mencari tahu apa kehendakMu. Semoga kami selalu berkonsultasi kepada Yesus saja PutraMu, agar pemahaman kami sungguh merupakan pemahaman Ilahi. Amin.

Penulis Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari

Pengisi Renungan: Aloysius Rangga Aditya Nalendra

CERMIN

Renungan Tetes Embun: Rabu, 22 Maret 2023.

“Maka Yesus menjawab mereka, katanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” (Yoh. 5:19)

Seperti saat kita mengamati bayi binatang yang baru lahir, kita acapkali membandingkannya dengan induknya maupun dengan pejantan yang membuahi induknya. Kita mencoba untuk mencari kemiripan di antara mereka.

Demikianpun ketika melihat seorang anak, biasanya kita langsung teringat sesuatu dari orang tuanya. Entah wajahnya, rambutnya, caranya berjalan, sifatnya, atau juga keterampilan yang dimilikinya. Anak, sungguh merupakan cerminan dari orang tuanya, bisa secara fisik maupun karakter, mentalitas maupun spiritualitas.

Yesus, Anak Allah yang hidup sebagai manusia, menjadi cerminan Bapa-Nya. Dalam diriNya, kita bisa melihat karakter Bapa di surga. Ia mengasihi manusia, karena Bapa juga mengasihi manusia. Ia panjang sabar terhadap seteru-Nya, karena Bapa memberinya teladan. Ia mengampuni dosa dan kesalahan kita, karena Bapapun demikian.

Kita juga anak-anak Allah. Kalau saat ini kita sudah menjadi orang tua maupun sebagai calon orang tua, apa yang akan kita wariskan untuk anak cucu kita? Apakah sekedar kemiripan secara fisik, ataukah teladan secara mental dan spiritual sebagai anak Allah?

Ya Bapa, bentuklah hidup kami agar bisa menjadi cerminMu. Agar orang-orang disekitar, bisa melihat Engkau melalui pribadi kami. Amin.

Penulis Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari
Pengisi Renungan: Ignacia Lola’ Tandirerung