MENGENAL YESUS

Renungan Tetes Embun: Kamis, 13 April 2023.

“Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” (Luk. 24: 38-39)

Salah satu misi reuni masa sekolah adalah mengulang kejadian-kejadian yang penuh sukacita. Selain itu, melihat keadaan teman-teman yang telah belasan atau puluhan tahun tidak bertemu.
Mereka mengalami banyak perubahan dari atas kepala hingga ujung jari kaki. Seperti, potongan rambut, cara berpakaian, gaya bicara, dan lainnya. Terkadang perubahan tersebut membuat kita tidak mengenalinya

Perlu hal lain yang mendukung terbukanya memori. Peristiwa yang pernah dialami bersama mampu menghidupkan kembali kenangan masa lampau. Juga, tanda khusus yang hanya ada pada fisiknya dapat membantu membuka ingatan.

Kesemuanya itu mempunyai tujuan untuk memperoleh sukacita. Sayangnya, kegembiraan tersebut hanya sementara. Bahkan, ada yang semu. Banyak kasus perselingkuhan, penipuan, dan tindak kriminal lain yang terjadi setelah reuni.

Oknum yang juga partisipan reuni menunggangi acara tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi. Memanfaatkan kesenjangan waktu untuk menyamarkan identitas negatifnya. Teman-teman masa lalunya tidak mengenalinya dengan baik.

Sangat bertolak belakang dengan tindakan Yesus, seperti yang diceritakan Lukas dalam Injil. Yesus ingin para murid mengenal-Nya dengan baik. Mempersilahkan mereka untuk meraba luka-luka yang ada di tubuh-Nya.

Menguak ingatan melalui peristiwa yang dialami Yesus bersama-sama dengan mereka. Membuka diri agar mereka sungguh-sungguh percaya akan kebangkitan Yesus. Agar mereka memahami kehendak Allah Bapa, yaitu: keselamatan. Rencana yang terbaik baik anak-anak Allah. Membawa sukacita. Kebahagian abadi.

Allah Bapa yang penuh kasih, terima kasih atas rencana-Mu bagi kami. Engkau selalu menyediakan yang terbaik bagi kami. Tumbuhkanlah iman kami agar dapat lebih mengenal Yesus sebagai satu-satunya Kunci Keselamatan. Amin.

Penulis Renungan: Rosita Sukadana
Pengisi Renungan: Dionisius Agus Puguh

BERJALAN BERSAMA-NYA

Renungan Tetes Embun: Rabu, 12 April 2023.

“Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Luk. 24:31-32)

Kesedihan dan kecemasan dapat membuat pikiran kita buntu. Tidak dapat berpikir jernih. Masalah kecil akan terlihat rumit dan sulit diselesaikan. Berbeda dengan suasana hati yang sukacita dan berserah. Perlu waktu untuk mengubah suasana dukacita menjadi gembira. Bukan hal yang mudah, tetapi tetap dapat dilakukan. Terlebih bila ada yang mendampingi. Teman yang mau mendengarkan, mengerti, dan memahami kondisi kita.

Seseorang yang mempunyai banyak teman belum tentu menemukan orang yang tepat untuk menjadi pendamping. Orang yang cocok juga tidak dapat dipastikan bahwa dia bersedia dengan tulus. Semuanya pasti ada kekurangannya. Sebagai orang yang percaya pada Yesus akan berharap banyak pada-Nya. Dapat dipastikan bahwa Yesus sangat bersedia mengiringi langkah kita setiap saat. Menghadapi segala rintangan dan persoalan. Apakah diri kita siap menerima-Nya untuk berjalan bersama?

Dalam Injil, Lukas menceritakan pengalaman dua murid Yesus yang sedang berjalan menuju Emaus. Peristiwa itu terjadi beberapa hari setelah Yesus disalib. Keduanya sangat berduka sehingga tidak tahu bahwa Yesus berjalan bersama mereka.
Kedukaan juga membuatnya tidak menyadari bahwa Yesus mengobarkan semangat mereka saat berbicara dan menjelaskan kitab suci. Mereka baru mengenalinya ketika Yesus memecah-mecahkan roti.

Tulisan Lukas mengingatkan bahwa Yesus selalu menyertai kita setiap saat. Siap sedia berjalan bersama menghadapi segala masalah. Hanya saja kita yang sering mengabaikan-Nya.

Yesus yang murah hati, ampuni kami yang sering mengesampingkan-Mu. Penuhi hati dan pikiran kami agar selalu menyadari kehadiran-Mu. Dan, layakkan kami untuk dapat berjalan bersama-Mu. Amin.

Penulis Renungan: Rosita Sukadana
Pengisi Renungan: Reinaldo Rahawarin

MENGENAL TUHAN

Renungan Tetes Embun: Selasa, 11 April 2023.

“Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”

Kata Yesus kepadanya: “Maria!” Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: “Rabuni!”, artinya Guru. ” (Yoh. 20: 15-16)

Menjadi pengikut Kristus tidak mudah. Banyak halangan. Baik dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, maupun masyarakat luas. Mempunyai pegangan yang kokoh sebagai acuan menjalani hidup menjadi keharusan. Yesus adalah sosok yang wajib menjadi panutan. Dia selalu hadir dalam setiap kehidupan pengikut-Nya. Meskipun, Yesus menjadi manusianya pada dua ribu tahun yang lalu. Yesus senantiasa memberi kesempatan kepada orang-orang yang percaya untuk mengenal-Nya.

Mengetahui Yesus dengan baik artinya memahami kehendak-Nya. Ikut ambil bagian dalam Karya Keselamatan-Nya. Caranya adalah dengan mengikuti Yesus melalui kesaksian murid-murid-Nya yang ditulis dalam Injil. Pengikut Kristus layak membaca Injil secara rutin. Sebagai firman yang hidup, Injil dapat memberi jalan keluar pada permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu, pengikut Kristus perlu selalu bersyukur.

Rasa syukur yang tulus akan membuka hati dan pikiran. Membantu merasakan kehadiran-Nya di setiap waktu. Terutama pemeliharaanya yang dilakukan melalui orang-orang di sekitar kita. Apakah dengan demikian kita akan segera mengenali Yesus saat berhadapan dengan-Nya? Ya, tentu saja. Kepekaan akan kehadiran-Nya akan semakin terasah. Dapat meredam emosi. Memberi kedamaian. Membuat langkah kita terasa lebih ringan.

Menguatkan iman dalam segala permasalahan. Itulah keuntungannya mengenal Yesus lebih intim. Murid Yesus, Maria Magdalena, masih berduka dengan penyaliban Yesus. Kesedihannya semakin bertambah saat tidak menemukan jasad Yesus di kuburan-Nya. Kepedihan hatinya membuat Maria Magdalena tidak mengetahui bahwa yang berdiri di belakangnya adalah Yesus.
Saat Yesus menyebut namanya, Maria Magdalena baru menyadari bahwa Dia adalah Yesus. Panggilan yang merupakan ciri khas Guru-nya. Figur yang menjadi panutannya. Dan, mengubah hidupnya sebagai pengikut Yesus yang setia.

Yesus yang murah hati, izinkan kami untuk mengenal-Mu lebih baik sehingga kami dapat memahami-Mu dan layak ikut ambil bagian dalam Karya Keselamatan-Mu. Amin.

Penulis Renungan: Rosita Sukadana
Pengisi Renungan: Reinaldo Rahawarin

PENTINGNYA UANG

Renungan Tetes Embun: Senin, 10 April 2023.

“Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.” (Mat. 28:12-13)

Hampir semua aktivitas akan menjadi lebih mudah dengan adanya uang. Banyak yang mengakui bahwa uang dapat membeli segalanya. Uang memegang peranan penting dalam kehidupan sehingga wajar jika manusia selalu khawatir soal uang.
Pada umumnya, semua orang harus bekerja untuk memperoleh uang. Tidak ada batasan untuk merasa cukup. Rasa tidak puas yang menguasai, memacunya untuk terus menimbun uang, menjadi serakah.

Keserakahan menutup kejujuran. Membutakan. Bahkan, dapat mengabaikan martabat manusia hingga menghilangkan nyawanya. Seperti kasus seorang jenderal yang viral pertengahan tahun lalu. Uang sang jenderal berlimpah. Dengan mudah dia memberi imbalan pada sekelompok orang kepercayaannya untuk membunuh anak buahnya. Setelah itu, dia berusaha menutup aksi kejahatannya dengan skenario palsu.

Sang jenderal membayar semua orang yang terlibat pada peristiwa tersebut untuk menyebarkan berita bohong. Jalan cerita yang menyimpang dari fakta. Realitas yang sudah ada sejak zaman Yesus hidup. Menurut kesaksian Matius, serdadu-serdadu yang menjaga kubur Yesus menerima uang untuk menyimpangkan kenyataan. Mereka diminta untuk menyebarkan berita bohong tentang jasad Yesus yang dicuri murid-murid-Nya. Kesaksian yang mengingatkan bahwa cinta pada uang adalah akar kejahatan.

Setiap manusia yang berakal budi perlu mengendalikan diri terhadap uang. Uang bukan ukuran kebahagiaan. Kebahagian kekal akan diperoleh bila kita menjadikan uang sebagai persembahan yang hidup dan murni melalui karya mewujudkan Kasih Yesus.

Bapa yang Maha Pengasih, seringkali kami menyembunyikan kebenaran karena uang. Bentuk kami untuk dapat mengendalikan diri dan tidak lagi mengutamakan uang sebagai alat mencapai kebahagian. Kobarkan semangat kami dalam mempersembahkan uang sebagai bentuk pelayanan. Dan, jadikan kami mampu hidup dalam terang dan kasih-Mu yang sejati. Amin.

Penulis Renungan: Rosita Sukadana
Pengisi Renungan: Reinaldo Rahawarin

HATI – HATI

Renungan Tetes Embun: Minggu, 9 April 2023.

“Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya pada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya.” (Kis 10: 43)

Hari ini kita merayakan Paskah Kabangkitan Tuhan. Sukacitalah jiwa kita. Alleluia. Lembaran baru yang putih telah siap kita tulis kembali dengan semangat baru, melangkah lagi melanjutkan tugas kita sebagai manusia pengikut Kristus.

Bagi pasangan suami istri muda, yang masih memiliki anak di bawah usia tiga tahun, tentunya akan merasa gelisah, ketika putranya belum bisa berjalan, sesuai tahap tumbuh kembangnya. Segala upaya dilakukan untuk menstimulasi sensorik geraknya. Bagi orang dewasa, melangkah untuk memulai lembaran baru dalam hidup, mungkin tidak mudah. Mari kita teliti diri kembali. Apakah kita masih merasakan sebagai korban atas perbuatan di masa lalu? Jika kita tidak takut memanggul salib, mengapa kita masih takut melangkah maju? Apakah kita masih tidak percaya bahwa Tuhan mengampuni dosa-dosa kita?

Tuhan Yesus tidak hanya mengajar dengan kata-kata namun dengan sikap dan perbuatan. Demikian jugalah seorang pengikut Kristus yang ingin bertobat, tidak berhenti dengan kata-kata. Semua yang jadi perintah dan larangan, tetap menjadi dasar panduan hidup kita untuk melangkah hati-hati dalam jalan pertobatan sebagai seorang pengikut Tuhan Yesus Kristus.

Ya Bapa, kami bersyukur atas kelebihan juga kekurangan kami, karena dengan menyadari ketidaksempurnaan, kami sebagai murid Kristus, terpacu untuk terus belajar, dibentuk dengan benturan-benturan dalam hidup sehingga kami memahami kebenaran yang akan Kau tunjukkan. Dampingilah kami selalu sebagai murid-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Penulis Renungan: Rediningrum Setyarini
Pengisi Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru

PETUNJUK

Renungan Tetes Embun: Sabtu, 8 April 2023.

” Ia tidak ada di sini sebab Ia telah bangkit.” (Mat 28:6)

Hari ini kita mengenang Sabtu Suci dan Vigili Paskah. Hari kedua sesudah wafat Yesus. Lazimnya, seperti mungkin pernah jadi pengalaman kita masing-masing, ketika ada kerabat meninggal, butuh waktu lama untuk pulih dari duka. Tapi kutipan Injil Matius sebagai suatu refleksi, sungguh menarik, mengingatkan kita untuk segera bangkit dari masa lalu.

Seorang teman pernah membagikan refleksinya, bahwa untuk dapat semakin berguna untuk orang lain, kita harus menjadi kuat terlebih dulu, bisa menolong diri sendiri terlebih dulu. Tuhan Yesus sudah memperlihatkan, bagaimana kekuatan didapatkan dari keteguhan hati. Kekuatan itu Ia kerahkan untuk mampu bangkit lagi, meski jatuh berkali-kali, agar sampai akhir, dapat memanggul salib, menyelesaikan tugas-Nya.

Kekuatan yang diperlihatkan Tuhan Yesus untuk mampu bangkit, dan pada akhirnya bangkit dari mati, tentunya tidak berasal dari kekuatan manusia. Tuhan yang selalu bersama kita, akan ada di setiap saat dibutuhkan. Seperti ketika Tuhan Yesus kepayahan memanggul salib, ada seorang Simon dari Kirene yang diutus Allah Bapa untuk membantu-Nya.

Seringkali tanpa sadar, kita sendiri yang membuat langkah kita untuk melanjutkan hidup, demikian berat, karena kita masih belum lepas dari masa lalu. Bagaimanakah kita bisa beranjak dari luka di masa lalu, kalau kita terus membawanya di masa kini dan masa depan? Kadangkala memaafkan diri sendiri, sama sulitnya dengan memaafkan orang lain.

Seperti petunjuk dari malaikat bahwa Yesus sudah bangkit, tidak lagi ada di makam, pertobatan seorang manusia, memang tidak cuma sekali, karena kita pun berdosa berkali-kali. Namun sengsara Tuhan Yesus dan wafatnya di salib adalah teladan, yang menjadi petunjuk, bahwa Tuhan selalu memberi kesempatan pada kita manusia untuk bertobat, bergerak dari masa lalu dan bangkit dari dosa.

Ya Bapa, kami bersyukur atas kelebihan juga kekurangan kami, karena dengan menyadari ketidaksempurnaan, kami sebagai murid Kristus, terpacu untuk terus belajar, dibentuk dengan benturan-benturan dalam hidup sehingga kami memahami kebenaran yang akan Kau tunjukkan. Dampingilah kami selalu sebagai murid-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Penulis Renungan: Rediningrum Setyarini
Pengisi Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru

SATU PAKET

Renungan Tetes Embun: Jumat, 7 April 2023.

“Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN.” (Mzm. 31:25)

Hari ini kita mengenang wafat Yesus Kristus. Sebagai anak manusia, Ia telah menunjukkan ketaatan-Nya, dengan mencari apa sesungguhnya kehendak Bapa, dan menjalani tugas memikul salib-Nya. Tidak mudah memang, bahkan Ia telah berkeringat darah. Sebagai pengikut, sanggupkah kita meneladani-Nya?

Seorang sahabat pernah bercerita pada saya, bahwa dalam mimpi-bunga tidurnya, dia mendaki gunung bersama saya. Memang bagi seorang yang suka naik gunung, bila dia sudah mulai mendaki, melalui jalan terjal, pantang baginya menoleh ke belakang dan berbalik arah. Semua bekal sudah disiapkan, mulai dari latihan fisik, lalu memasukkan kompas, senter, bahan makanan, minuman, selimut, obat, jas hujan dan tenda ke dalam ransel.

Sia-sialah yang sudah dipersiapkannya, jika ia patah semangat, pulang sebelum perang. Meskipun lelah, tujuannya sudah pasti, mencapai puncak dan melihat keindahan alam dari puncak gunung. Semua sudah dipersiapkan. Apa yang harus memaksa dia mundur? Ketika Ayub mengalami kemalangan yang bertubi-tubi, orang di sekitarnya menduga-duga bahwa dia sudah berbuat dosa yang berat. Apakah itu yang jadi dasar iman kita? Apakah kita mau protes karena ketaatan dibalas dengan penderitaan? Bagaimana dengan teladan Yesus yang sudah disalib?

Bicara tentang salib, saya ingat cerita seorang kawan yang baru saja menikah. Suatu hari ia mengadu pada sang ayah tentang sifat buruk suaminya. Bukannya membela, sang ayah berkata, “Itu kan pilihanmu sendiri. Ya, kamu terima satu paket itu.” Seketika si anak terdiam dan sejak itu ia tak lagi mengeluh meskipun suaminya tidak berubah. Dengan teladan Tuhan Yesus Kristus, sikap tidak lagi mengeluh di sini bukan indikasi pasrah tidak melakukan apa-apa.

Yesus tahu bahwa tidak ada pilihan lain bagi-Nya selain memanggul salib sampai wafat. Sikap mau menerima salib bisa kita lihat dalam semangat nrimo in pandum dalam falsafah Jawa. Semangat itu tetap hidup dalam masyarakat di Yogya setelah bencana gempa. Menerima keadaan dengan semangat seperti Yesus bukanlah sikap yang pasif, melainkan tetap berusaha memperbaiki keadaan, bertahan dan tetap berharap pada Tuhan mencari petunjukNya untuk melanjutkan hidup.

Sobat Katolikana, apakah kita masih mau ikut Kristus? Susah-susah gampang atau gampang-gampang susah, ya? Jalan yang dilalui Kristus memang tidak mudah. Tapi kita sudah memilih untuk mengikuti-Nya. Mari dengan keteguhan hati, kita jalani, sekaligus satu paket: tugas, ajaran, dan salib sebagai seorang pengikut Tuhan Yesus.

Ya Bapa, kami bersyukur atas kelebihan juga kekurangan kami, karena dengan menyadari ketidaksempurnaan, kami sebagai murid Kristus, terpacu untuk terus belajar, dibentuk dengan benturan-benturan dalam hidup sehingga kami memahami kebenaran yang akan Kau tunjukkan. Dampingilah kami selalu sebagai murid-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Penulis Renungan: Rediningrum Setyarini
Pengisi Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru

MEMBASUH DAN TELADAN

Renungan Tetes Embun: Kamis, 6 April 2023.

“Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh. 13:14-15)

Baru berselang tiga hari lalu Yesus dielu-elukan di Yerusalem, hari ini kita mengenangkan Perjamuan Terakhir menjelang Sengsara Tuhan. Kitab Keluaran mengisahkan tradisi Paskah Yahudi yang juga ditetapkan sebagai Hari Raya bagi Tuhan dalam kehidupan awal Umat yang sudah sebagai komunitas basis, saling melengkapi. Rasul Paulus dalam Surat Pertama kepada Umat di Korintus secara gamblang menggambarkan peristiwa Perjamuan Terakhir sekaligus mengingatkan untuk
senantiasa mengulang sebagai kenangan akan Tuhan sampai Ia datang.

Inilah dasar iman dan keyakinan kita akan penjelmaan Tuhan dalam Konsekrasi. Injil Yohanes berkisah apa yang terjadi sebelum Perjamuan, bagaimana Tuhan yang menjelma sebagai manusia dalam diri Yesus, menghambakan diri untuk melayani … Tuhan yang juga Guru bagi para murid membersihkan – membasuh kaki murid-murid … kaki itu adalah anggota tubuh paling bawah yang mudah kotor karena untuk berjalan dan bersentuhan dengan lantai atau tanah …

Jujur, saya tak bisa menggambarkan suasana hati saat create naskah ini … betapa saya dan umumnya kita kerap begitu gengsi … merasa nggak level … untuk melakukan suatu bentuk kepedulian sederhana … sekadar senyum atau bilang permisi pada OB/tukang sapu jalanan … terima kasih kepada pramudi atau pramusapa transportasi umum …

Betapa gampang marah atau membentak jika ada sesuatu yang belum diselesaikan oleh rekan atau staf tanpa bertanya masalahnya … atau kalau rekan atau staf bertanya disuruh pikir sendiri … giliran merespons justru komentar sinis bahkan merendahkan … Keteladanan yang kita kenangkan hari ini, semoga sungguh meresap dalam hati untuk selalu kita ingat dan aplikasikan dalam keseharian.

Tuhan, ajarlah kami senantiasa rendah hati dan saling melayanisebagaimana Engkau yang Tuhan dan Guru telah meneladankan. Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru
Pengisi Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari

BUKAN AKU, YA TUHAN?

Renungan Tetes Embun: Rabu, 5 April 2023.

“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat. 26:24)

Nabi Yesaya mengingatkan bahwa pada hakekatnya setiap kita dikaruniai tugas perutusan serta rakhmat kesetiaan dengan kepastian bahwa hanya Tuhan sendirilah yang senantiasa setia menguatkan dan menolong kita. Kasih setia Tuhan tiada ternilai, terbatas, dan terbandingkan dengan apa pun … ibarat pepatah “kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”. Namun sadarkah kita betapa kita sebagai makhluk ciptaan yang paling menyerupai citra-Nya justru kerap menggadaikan kasih setia Tuhan demi hal duniawi sesaat?

Di awal Injil Matius jelas sekali dikisahkan bagaimana harta duniawi begitu menyilaukan dan membuat kasih setia persaudaraan tergadai … walau kisah tersebut akan berakhir dengan kematian tragis sang pengkhianat sebagaimana sudah disabdakan oleh Yesus dalam kutipan Injil hari ini. Dalam dunia karya, pendidikan, dan pertemanan di era sekarang ini … sadar atau tidak … sengaja atau tidak … nilai-nilai kesetiaan memang sudah semakin langka pengkhianatan halus menjadi hal yang sangat lumrah … ah masak sich?

Sadarkah bahwa saat kita … membicarakan keburukan seseorang dan bukan mengingatkannya secara baik … menempuh berbagai cara untuk mendapatkan hasil atau nilai terbaik … mengakui hasil kerja orang lain sebagai hasil kerja kita … melimpahkan kesalahan sepenuhnya kepada orang lain … menegur dengan kasar atas suatu kelalaian atau keterlambatan tanpa mencari tahu apakah ada permasalahan … itulah bentuk-bentuk pengkhianatan atas kasih setia berelasi. Untuk beberapa contoh pengkhianatan di atas, semoga dalam hati kita mampu, berani, dan yakin berucap, “Bukan aku, ya Tuhan?”

Tuhan, ajarlah kami untuk semakin bijak dan hati-hati dalam segala setiap pikir, laku, sikap, dan ucap sehingga kami sungguh dapat menjaga kasih setia-Mu dalam kehidupan bersama sesama. Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru
Pengisi Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari

MENGIKUTI

Renungan Tetes Embun: Selasa, 4 April 2023.

“Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” (Yoh. 13:36)

Dalam Kitab Yesaya jelas disiratkan bahwa sejak dalam kandungan setiap insan dan misteri kehidupan yang akan dilalui sudah ada dalam suratan Sang Maha Pencipta. Kitab Yesaya menubuatkan misteri penyelamatan melalui penderitaan dan salib sebagaimana juga disampaikan Yesus tetapi belum dipahami para murid.

Nabi Yesaya mengisahkan dengan sangat jelas bagaimana dialog batin antara Yesus dengan Tuhan, Sang Causa Prima … akan berlangsung. Bagaimana Yesus sebagai manusia juga mengalami segala dilema yang semakin jelas dikisahkan dalam Injil Yohanes.

Di ladang karya, lingkup studi, dan atau pertemanan … siapa yang belum pernah mengalami dan atau merasakan dikhianati? Hebatnya yang melakukan sama sekali nggak sadar lho … atau … jangan-jangan kita juga pernah berkhianat tanpa kita sadari? Pengkhianatan sudah ada sejak kisah awal penciptaan karena pengkhianatan sama artinya dengan mengingkari dan atau tidak mengikuti kehendak Sang Maha Pencipta.

Siapapun dari kita tidak pernah bermimpi apa lagi ingin menjadi seperti Yudas maka kita harus senantiasa setia mengikuti Kehendak Ilahi … tidak mudah … ya… coba kita baca kisah-kisah dalam Kitab Suci atau figur-figur sukses … adakah yang semudah membalik telapak tangan? Misteri Penyelamatan contoh nyata.

Kuncinya, kesetiaan mengikuti Kehendak Ilahi adalah jalan sempit yang mutlak harus ditempuh menuju Kehidupan Kekal sesuai waktu Tuhan untuk setiap kita.

Marilah berdoa Tuhan, mengikuti Kehendak Ilahi memang tidak mudah, namun ajarlahkami setia dan taat sebagaimana diteladankan Putra-Mu. Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru

Pengisi Renungan: Hedwigis Belto Rosyandari