MELIHAT DENGAN IMAN

Renungan Tetes Embun: Rabu, 26 April 2023

“Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.” (Yoh. 6:36)

Bacaan injil hari ini yang diambil dari Yoh 6:35-40 mungkin menjadi bacaan sering kita dengar. Walaupun demikian tetap ada menarik yaitu bacaan dengan judul Roti Hidup ini diletakan setelah mujizat mujizat besar yang terjadi seperti Yesus memberi makan lima ribu orang dalam Yoh 6:1-15 dan Yesus berjalan di atas air Yoh 6:16-21. Mengapa demikian?

Jika kita mengambil waktu sejenak untuk merenungi perbuatan Tuhan maka kita dapat menyadari berbagai mujizat mujizat dari Allah. Hal ini pun yang terjadi pada saya pribadi dimana salah satu mujizat besar yang saya terima adalah berhenti merokok.

Waktu itu malam tahun baru Imlek saya meminta kepada Tuhan, saya berkata bahwa saya ingin hidup baru tanpa ketergantungan dengan rokok dan hasilnya besok hari saat tahun baru imlek saya juga menjadi manusia baru yang tidak terikat rokok hingga hari ini.

Walaupun mujizat sudah terjadi tidak jarang ketika ada kesulitan terjadi kita menjadi ragu dengan Tuhan. Kita seolah olah tidak berdaya dengan situasi buruk yang menimpa. Oleh karena itu dalam Yohanes 6:36 Tuhan Yesus berkata Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.

Ayat ini mengingatkan kita akan situasi hari hari ini, kita yang sudah menerima berbagai mujizat namun justru menjadi tidak percaya lagi pada penyertaan Bapa sebagi akibat situasi buruk yang menekan.

Lantas apa yang bisa kita lakukan? Berkaca dalam Kisah Para Rasul 8:1-8, jemaat di Yerusalem betul betul meratapi kematian Stefanus tapi alih alih larut dalam kesedihan mereka justru menyebarkan injil.

Dengan kata lain situasi boleh saja buruk tetapi kita harus tetap percaya kepada Tuhan Yesus yang roti hidup agar tugas kita untuk terus menyebarkan sukacita injil dapat terus terus berjalan. Melalui percaya percaya kepada-Nya lah kita akan beroleh hidup yang kekal.

Sebagai penutup Mazmur 66:5 mengatakan lihatlah pekerjaan-pekerjaan Allah yang dahsyat atas kita, oleh karena itu tidak ada lagi keraguan kita dan kita harus terus percaya.

Tuhan aku bersorak sorai atas perbuatan Mu yang dahsyat atas ku, bantulah aku agar terus percaya dengan Mu Sang Roti hidup agar aku beroleh hidup yang kekal . Amin.

Penulis Renungan: Ali Wardhana
Pengisi Renungan: Aloysius Rangga Aditya Nalendra

PROVIDENTIA DEI

Renungan Tetes Embun: Selasa, 25 April 2023

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7)

Providentia Dei yang menjadi judul renungan hari ini dapat diartikan sebagai pemeliharaan Tuhan atau penyelenggaraan Ilahi. Kata kata yang nampak sederhana pengucapannya ini menjadi tantangan di era yang dipenuhi dengan rasa insecure dan overthinking.

Suatu ketika saya berada di situasi yang tidak pasti dan menimbulkan beban pikiran yang berat. Kala itu di usia saya yang sudah 30 tahun lebih saya belum memiliki penghasilan yang memadai. Saya kemudian menjadi insecure dengan diri saya dan kemudian mengalami sulit tidur karena overthinking atau kelebihan berfikir.

Saya menjadi berlebihan dalam berfikir terhadap masa depan saya yang tanpa saya sadari Tuhan sebetulnya sudah rancangkan yang terbaik. Hingga suatu hari saya menjadi sadar setelah mendengarkan homili dari seorang Romo yang berkata bahwa kekhawatiran kita itulah yang pada akhirnya mencederai kasih Allah yang sempurna.

Situasi yang saya alami tersebut sebetulnya sudah di jawab oleh 1 Petrus 5:7 bahwa serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. Pemeliharaan inilah yang kemudian menjadi jaminan kita dalam menjadi pewarta injil. Ayat dalam 1 Petrus tersebut kemudian dilanjutkan oleh ayat yang mengatakan bahwa kita harus berjaga jaga dan melawan iblis.

Wujud dari iblis tersebut adalah kekhawatiran yang harus kalah karena kita sebagai murid-murid Nya memiliki tugas untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk (Markus 16:15). Namun yang menjadi pertanyaan sederhana bagaimana kita bisa memberitakan Injil atau kabar sukacita kalau kita sendiri masih penuh dengan kekhawatiran?

Oleh karena itu, kekhawatiran ini harus di lawan dengan iman yang teguh, dengan keyakinan bahwa kasih Tuhan dibangun untuk selama lamanya dan kesetiaan Tuhan yang tegak seperti langit (Mazmur 89:2). Sebagai penutup, dalam mewartakan kabar sukacita Injil mari kita ingat sejenak lagu dari Puji Syukur No. 680, yang berbunyi : Burung pipit yang kecil, Dikasihi Tuhan terlebih diriku Dikasihi Tuhan

Tuhan terima kasih atas janji pemeliharaan Mu yang kekal. Kuatkanlah langkah ku dalam mewartakan kabar sukacita Injil dalam kehidupan sehari hari dan teguhkan iman ku dalam melawan kekhawatiran hidup yang berlebih . Amin

Penulis Renungan: Ali Wardhana
Pengisi Renungan: Aloysius Rangga Aditya Nalendra

MEMAHAMI KEPUTUSAN ALLAH

Renungan Tetes Embun: Senin, 24 April 2023

“Buatlah aku mengerti petunjuk titah-titah-Mu, supaya aku merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib. (Mzm. 119:27)

Seringkali situasi membuat kita mempertanyakan tindakan Tuhan atas kita. Seringkali kita bertanya mengapa demikian, mengapa saya, kenapa tidak begini dan seterusnya. Hal tersebut terjadi karena kehendak kita dan kehendak Allah tidak sejalan dimana kita melihat bahwa kehendak kitalah yang terbaik. Jika sudah demikian apa yang bisa kita lakukan apa yang kita kerjakan bisa kemudian seturuk kehendak-Nya dan kita menjadi berhenti bertanya tanya? Jawabannya ada pada 1 ayat bacaan hari ini yaitu dalam Yohanes 6 ayat 29, yaitu Percaya pada Dia yang diutus Allah.

Situasi tersebut juga saya alami dengan selalu bertanya kok begini Tuhan kan harusnya bisa cara lain Tuhan. Saya terus bertanya hingga suatu ketika ketika saya membaca perjanjian baru, saya menemukan 1 ayat yang kemudian menjadi pegangan saya dan terus saya pakai dalam rumah tangga yang saya bangun.

Demikian inspirasi yang saya peroleh dari Roma 11:33 yaitu Sungguh dalam dan tak terselami segala keputusan Allah yang terjadi atas hidup kita, oleh sebab itu wajar jika kita tidak mengerti apa yang Tuhan mau dan yang bisa dilakukan adalah percaya dan tunduk dibawah kehendak Nya sebab mau bagaimanapun juga aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan Mu.

Itulah sebabnya Yohanes 6 ayat 29 berkata percayalah dia yang diutus Allah. Serahkan semua pengertianmu kepada Roh Allah yang menuntunmu. Kisah Para Rasul 6 menjadi bukti nyata bahwa ketika Stefanus menyerahkan pemahamannya kepada Roh maka orang orang orang yang bertanya jawab dengan nya tidak sanggup melawan hikmatnya. Inilah yang terjadi ketika kita total percaya walaupun ada kemungkinan situasi tidak menyenangkan akan terjadi seperti penyergapan yang terjadi pada Stefanus.

Apa yang kita hadapi seringkali memaksa kita untuk meragukan Allah, namun pesan dari Yohanes 6 sangat jelas untuk mendorong kita agar hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah. Kita diminta untuk bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia.

Tuhan, seperti Salomo yang meminta hikmat kepada mu, maka limpahi lah diriku hikmat agar aku dapat mengerti petunjuk titah-titah-Mu dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib. Amin

Penulis Renungan: Ali Wardhana
Pengisi Renungan: Rosita Sukadana

HARUS MENDERITA

Renungan Tetes Embun: Minggu, 23 April 2023

“Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Lks. 24:25-26)

Kisah para Rasul mengisahkan Petrus yang amat berani mewartakan sekaligus mengingatkan bagaimana orang-orang Yahudi telah berbuat sangat tanpa perikemanusiaan terhadap Yesus yang sebenarnya sudah dinubuatkan oleh para nabi. Kekejian dan penghinaan orang-orang Yahudi tidak berarti apa-apa atas Yesus yang memang dipermuliakan oleh Allah sendiri sesuai janji-Nya sebagaimana disampaikan kepada para nabi.

Santo Petrus dalam suratnya mengingatkan manusia untuk takut akan penghakiman akhir yang berarti harus menjauhi dosa. Sampai saat inipun kita harus menjauhi dosa karena kita sudah ditebus dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. 1 Ptr. 1:19 Injil Lukas mengisahkan perjumpaan Yesus dengan dua murid yang menuju ke Emaus. Bagaimana kekecewaan dan ketakutan mereka atas sengsara dan penyaliban Yesus
benar-benar membuat mereka diliputi keputusasaan hingga mereka tidak menyadari kehadiran Yesus sendiri.

Inilah yang umum dan nyaris selalu terjadi pada kita sebagai manusia. Saat bencana, derita, duka, masalah, dan atau problema apapun melanda maka kita hanya akan fokus pada apa yang dialami/terjadi bahkan mungkin berpikir atau terucap, “Di mana Tuhan, kenapa semua ini terjadi pada saya, apa salah saya?”

Apa ya benang merah dari ketiga bacaan hari ini? Bacaan pertama mengisahkan rangkaian misteri Tuhan bagaimana Yesus yang sudah dinubuatkan sejak jaman para nabi harus melalui semua derita dan sengsara sebelum sampai pada kemuliaan yang dijanjikan. Bacaan kedua menunjukkan bahwa semua derita dan sengsara itu adalah misteri penebusan.

Injil mengingatkan bahwa hanya penderitaan jalan menuju kemuliaan, lha Putra Allah sendiri harus melalui sedemikian apa lagi kita makhluk ciptaan. Seberat apapun bencana, derita, duka, masalah, dan atau problema … tengoklah salib … dan sadarilah Dia telah memikul semua dosa kita. Janganlah kita menjadi bodoh dan hilang iman hanya karena terlalu fokus pada bencana, derita, duka, masalah, dan atau problema yang dialami karena itu memang proses yang harus dilalui.

Tuhan, sadarkanlah kami bahwa bencana, derita, duka, masalah, dan atau problema bukanlah akhir dari segalanya melainkan proses yang harus dilalui seturut Kehendak Ilahi menuju Kemuliaan Surgawi. Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru
Pengisi Renungan: Rosita Sukadana

AKU INI, JANGAN TAKUT!

Renungan Tetes Embun: Sabtu, 22 April 2023

“Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut!” (Yoh. 6:20)

Dalam Kisah para Rasul dan Injil Yohanes hari ini jelas sekali dikisahkan bagaimana manusia mengalami ketidakpuasan dan ketakutan. Ternyata kedua hal tersebut memang sudah mandarah daging sejak dahulu kala ya … sudah manusiawi sekali.
Para Rasul dalam mewartakan karya keselamatan ternyata juga ada pembagian tugas: pendoa, pelayan firman, dan melayani meja.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan melayani meja adalah berkenaan kebutuhan para janda. Jadi sebenarnya Teamwork
itu sudah diajarkan dan diimplementasikan sejak Umat Gereja perdana. Nah bagaimana kita dalam pelayanan dan pekerjaan sehari-hari? Kemandirian memang diperlukan namun kita harus ingat bahwa tim yang saling melengkapi satu sama lain
akan memberikan hasil yang optimal dan memudahkan dalam upaya mencari solusi.

Injil Yohanes mengisahkan bahwa dalam kebersamaan sekalipun, ketakutan menghadapi situasi sulit pasti bisa saja timbul. Cermatilah kisah dalam Injil Yohanes, ternyata ketakutan berlebihan atau yang amat sangat atau bahasa kekinian diidentikkan dengan paranoid kerap membuat kita tidak bisa menyermati sesuatu dengan jelas walau sesuatu itu adalah solusi dari permasalahan yang kita hadapi.

Kisah para Rasul dan Injil Yohanes mengingatkan kita untuk jangan khawatir dan takut menghadapi segala sesuatu. Ini juga bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari saat kita menghadapi permasalahan studi, pekerjaan, relasi, intinya menghadapi permasalahan apapun dalam kehidupan. Kita juga diingatkan bahwa kebersamaan dapat sungguh menguatkan kita satu sama lain.

Coba bayangkan jika para Rasul harus melayani Umat yang sangat banyak tetapi tidak menemukan tim kerja yang dapat diandalkan. Jadi membangun relasi untuk membentuk tim kerja yang solid adalah salah satu modal dalam pelayanan dan karya. Dalam berelasi dan membangun tim, tetap ingat untuk mohon Terang Ilahi ya, karena manusia beragam. Tim yang solid memampukan kita mencari solusi dan menghadapi permasalahan.

Saat masuk dalam dilema, coba sejenak undur diri dari keramaian, masuk dalam suasana doa, biarlah Tuhan sendiri bersabda nun dalam keheningan hati, “Ini Aku, jangan takut!”

Tuhan, ingatkanlah dan sadarkanlah kami senantiasa bahwa Engkau setia hadir dalam setiap detak kehidupan kami. Saat mengarungi jalan yang paling terjal Engkau pasti akan menatang kami dan bersabda, “Ini Aku, jangan takut!” Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru
Pengisi Renungan: Rosita Sukadana

BERASAL DARI ALLAH

Renungan Tetes Embun: Jumat, 21 April 2023

“Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.”(Yoh 6:6)

Yesus yang jelas Putra Allah saja harus diadili, dihina, disiksa, memanggul salib, dan wafat di salib, sebelum dimuliakan oleh Tuhan melalui kebangkitan. Kenyataan inilah yang menjadi kekuatan iman para Rasul untuk terus mengajar dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias Kis. 5:42. Para Rasul adalah murid-murid pertama Yesus yang dipilih, berjalan bersama, mengikuti Jalan Salib, menjadi saksi Yesus wafat, menerima warta kebangkitan, dan menerima tugas perutusan untuk mewartakan kabar keselamatan ke seluruh dunia.

Dalam perjalanan waktu ada Yudas Iskariot yang berkhianat dan berakhir dengan bunuh diri. Rasul-rasul yang bertahan dan para pewarta keselamatan sesudahnya yang setia menjalani perutusan harus mengalami hina, siksa, bahkan ada yang sampai mati dibunuh, dan menerima rakhmat kemartiran. Kisah para Rasul mengisahkan bagaimana perjuangan para Rasul dalam bersaksi dan mewartakan karya keselamatan untuk membangun Gereja yaitu Umat Allah perdana yang mengimani bahwa Yesus adalah Mesias.

Dikisahkan juga bahwa ternyata di antara orang-orang Farisi yang berjuang sehebatnya demi Yesus dibunuh dan disalibkan akhirnya ada yang belajar dan menjadi bijak bahwa impossible untuk memusnahkan sesuatu yang berasal dari Allah Kis. 5:39. Misteri penggandaan lima roti dan dua ikan, sungguh menjadi kekuatan para Rasul, mereka percaya bahwa Tuhan Maha Tahu dan pasti akan bertindak pada waktu-Nya Yoh. 6:6. Para Rasul justru sangat bersyukur karena telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus Kis. 5:41.

Sebagaimana juga diteladankan oleh Santo Anselmus dari Canterbury yang diperingati hari ini, tetap setia mewartakan dan memegang prinsip kebenaran walau mengalami pengasingan dari penguasa yang mencoba menguasai kekayaan Gereja. Hmmm, setelah diteguhkan melalui perjuangan para Rasul dalam Kisah para Rasul dan Injil Yohanes yang secara gamblang mengisahkan penggandaan lima roti dan dua ikan, masihkah kita cemas, gelisah, khawatir, bahkan takut dalam memanggul salib-salib kecil kita mengarungi samudra kehidupan? Well itu manusiawi banget memang.

Jika belajar dari sejarah negeri kita, R.A. Kartini yang kita peringati hari ini, jelas berangkat dari kecemasan akan nasib kaum perempuan untuk memulai perjuangan. Kita memang hidup tidak di jaman Yesus, namun yakinlah Tuhan Maha Tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya atas setiap kita pribadi per pribadi. Ingatlah Sabda-Nya kepada Thomas, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya juga.” Para Rasul, Santo Anselmus dari Canterbury, dan R.A. Kartini adalah contoh nyata yang mengimani Tuhan akan berkarya pada waktu-Nya. Ingat dan yakinlah, Tuhan tidak akan memberikan percobaan tanpa memampukan kita.

Marilah berdoa Tuhan, ajarlah kami semakin mengimani dan percaya bahwa jika kami berserah kepada-Mu dan setia mengikuti-Mu maka segala yang terjadi dan kami terima dalam kehidupan adalah sungguh seturut kehendak-Mu dan berasal dari-Mu. Demi Tuhan yang hidup kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Clara C. Maria Imm. Wara Wulandaru
Pengisi Renungan: Maria Indah Stephanie

JAMINAN HIDUP KEKAL

Renungan Tetes Embun: Kamis, 20 April 2023

“Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” (Yoh 3:31-36)

Jika kita camkan dengan baik, bacaan Injil hari ini merujuk kepada “syarat mutlak” yang harus kita penuhi untuk beroleh hidup yang kekal, yaitu: percaya kepada Yesus! Dan bila kita tidak taat kepada-Nya, maka kita tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah yang tetap atas hidup kita.

Tentu apa yang disabdakan melalui bacaan Injil hari ini tidak dapat kita laksanakan dengan setengah hati. Sebab Yesus sendiri pernah bersabda demikian, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”Melalui sabda-Nya, Tuhan pun dengan tegas mengatakan bahwa untuk mengikuti jalan-Nya, kita harus berani menyangkal diri kita masing-masing. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (bdk.Mat. 16:24)

Menyangkal diri berarti kita tidak hanya memusatkan diri hanya kepada kehendak atau kepentingan diri kita sendiri; melainkan kita harus keluar dari keakuan kita untuk kemudian memusatkan diri kepada kehendak Tuhan. Di tengah kehidupan dunia yang begitu kompleks dan beragam dewasa ini, tantangan untuk mengikuti Tuhan – dari hari ke hari, menjadi sesuatu yang tidak mudah untuk kita taklukan.

Godaan untuk menyimpang dari jalan-Nya begitu besar, dan biasanya godaan-godaan itu muncul melalui orang-orang yang terdekat atau berada di sekeliling kita. Mengikut Tuhan berarti berani memikul salib dan siap mengikuti jejak-Nya. Berjalan bersama-Nya dengan penuh percaya dan iman yang senantiasa berkobar-kobar!

Kunci yang akan memampukan kita untuk mengikuti perintah Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita adalah karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Dengan bekal rahmat Allah yang begitu luar biasa ini, maka sesungguhnya umat Allah telah dimampukan untuk dapat mengikuti jejak-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, sehingga pada akhirnya kita semua akan sampai pada pelabuhan bahagia yang dijanjikan-Nya. Berada di dalam firdaus-Nya bersama para kudus-Nya kelak.

Tuhan, terima kasih karena Engkau telah menerima kami menjadi anak-anak-Mu. Tolong kami ya Tuhan, agar sebagai anak-anak-Mu, kami dapat mengikuti perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu dengan sepenuh jiwa kami. Mampukan kami ya Tuhan, agar melalui semuanya itu kami dapat mengabdi Engkau sampai akhir hayat kami. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh
Pengisi Renungan: Maria Indah Stephanie

BERJUANG MENJADI SAKSI KEBENARAN

Renungan Tetes Embun: Selasa, 18 April 2023

“…Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”(Yoh 3:7-15)

Ketika sedang memberitakan sebuah kebenaran kepada orang lain, apakah Anda pernah ditolak oleh orang-orang di sekitar Anda? Bagaimana perasaan Anda ketika itu? Marah? Jengkel? Kecewa? Dongkol? Benci? Atau…???!!! Katakanlah putih jika itu putih. Dan katakan hitam jika itu hitam! Sepertinya mudah mengucapkan kalimat ini, bukan?!

Berbuat ternyata tak semudah berkata-kata! Apalagi jika yang kita katakan tersebut adalah “sesuatu yang benar” yang harus kita katakan di tengah situasi atau lingkungan yang “toksik”. Tinggal di lingkungan yang toksik, dewasa ini menjadi tantangan dan pergumulan tersendiri bagi kita – sebagai anak-anak Allah. Sebab lingkungan yang demikian ini biasanya cenderung mengarahkan orang-orang yang tinggal di dalamnya untuk melakukan hal-hal yang salah atau bahkan cenderung mengarah kepada kejahatan.

Dalam kehidupan sehari-hari, barangkali kita pernah tinggal di lingkungan toksik yang saya lukiskan di atas. Anda pun barangkali pernah dipertemukan dengan orang-orang yang perilakunya toksik yang selalu berusaha “meracuni” sesamanya dengan hal-hal yang tidak terpuji atau bahkan cenderung jahat.

Sebagai anak-anak Allah, bagaimana seharusnya sikap kita menghadapi semua itu? Apakah demi mencari “aman”, kita lalu memutuskan untuk ikut arus yang ada? Atau,… Anda justru berani melawan arus, karena merasa telah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya?

Melalui bacaan Injil pada hari ini, terdapat kutipan berikut, “…Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orangyang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”

Sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus,tentu kita semua senantiasa diingatkan agar selalu mengikuti jejak-Nya, dengan jalan mewartakan sabda-Nya dan berani menjadi saksi-saksi-Nya yang hidup. Dan salah satu tindakan nyata yang dapat kita lakukan dalam keseharian kita adalah berani memberitakan kebenaran kepada sesama, dan siap menanggung segala konsekuensinya!

Pertanyaannya sekarang adalah, “Apakah selamaini kita sudah menjalankan prinsip ini dengan konsisten?” dalam artian, kita telah mampu melakukannya secara berkelanjutan? Atau kita baru mampu melaksanakannya sebatas “suam-suam kuku” saja?Dalam Kitab Wahyu ada tertulis demikian, “Jadikarena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.” (Why 3:16)

Ketika Anda merasa “takut atau gentar” saat mewartakan kebenaran, maka libatkanlah Tuhan dalam usaha pewartaan yang Anda lakukan itu. Berdoalah kepada-Nya dan mohonlah kekuatan agar Anda dimampukan untuk menjadi saksi-saksi-Nya yang konsisten dan tidak suam-suam kuku.

Tuhan, puji syukur kami ucapkan atas anugerahiman yang Engkau berikan kepada kami.Mampukan kami ya Tuhan, agar kami memilikikekuatan untuk mengubah apa yang dapat kamiubah dalam peziarahan hidup kami.Rahmati kami selalu, agar dalam perjalanan hidupkami sehari-hari, kami senantiasa berpegang teguhpada sabda-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan danpengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.

Penulis Renungan: Dionisius Agus Puguh
Pengisi Renungan: Victor

HARI RAYA KABAR SUKACITA

Kisah Orang Kudus 25 Maret 2023: Hari Raya Kabar Sukacita

Gereja merayakan peristiwa ini secara khusus mengingat arti dan maknanya bagi keselamatan manusia. Boleh dikatakan peristiwa Sabda menjadi daging berawal pada saat Maria menyatakan kesediaannya dan persetujuannya kepada Malaikat Gabriel, pembawa khabar gembira itu, dan semenjak itu pula Maria menjadi Bunda Allah.

Semoga hari raya Khabar Sukacita ini menumbuhkan dalam diri kita semangat ketaatan pada Allah dan kesediaan berkerja sama dengan Allah dalam karya penyelamatan Nya.

Penulis naskah : Arief Setyawan

Pengisi suara : Sastrodikromo

SANTA KATARINA DARI SWEDIA

Kisah Orang Kudus 24 Maret 2023: Santa Katarina dari Swedia

Katarina lahir di Ulfasa, Swedia pada tahun 1331. Ia adalah anak keempat Santa Brigita. Ketika berumur 13 tahun, Katarina telah menikah dengan Eggard van Kiren, seorang pemuda bangsawan Jerman. Meski demikian, ia tetap tertarik dengan kehidupan membiara yang telah menjadi cita- citanya semenjak kecil.

Pada tahun 1349, setahun sebelum suaminya meninggal, Katarina pergi ke Roma untuk mengunjungi Brigita, ibunya yang sudah lama ditinggalkannya. Pertemuan dengan ibunya mengobarkan lagi panggilan hidup membiara yang dicita- citakannya. Tatkala suaminya meninggal, Katarina menggabungkan diri dalam perkumpulan yang didirikan ibunya untuk melaksanakan karya- karya cinta kasih.

Pada tahun 1373 setelah Ibunya meninggal, Katarina kembali ke Swedia dan berkarya di Vadstena sebagai pemimpin perkumpulan yang dulu dibangun ibunya. Tahun berikutnya Katarina kembali lagi ke Roma dan disana berkarya selama lima tahun sampai waktu penggelaran ibunya sebagai Santa. Katarina akhirnya meninggal di Vadstena dengan gelar KUDUS pada tahun 1484.

Penulis naskah : Arief Setyawan

Pengisi suara : Sastrodikromo